Dia
Untuk kesekian kalinya asap rokok mengepul hebat diatas kepalaku. Rentetan abjad berlari saling mengejar dilayar monitor yang tajam menusuk pupil mata yang lelah. Kali ini tanpa secangkir kopi, malam ini kubiarkan nikotin dibebaskan masuk sendirian tanpa caffein sedikitpun ke dalam tubuh lelah yang beberapa hari ini jantungnya terus berdetak kencang sejak kejadian itu. Kejadian yang membuatku membuka mata lebar - lebar, membuka mulutpun tak bisa lagi rasanya. Keindahan tatapan wajah yang kau ciptakan saat memandangku sangat luar biasa membingungkan.
Malam ini aku duduk didepan layar monitor, sedang sibuk membereskan banyak tugas yang harus kuselesaikan selama dua hari karena selalu kutunda sejak lama. Rasa pesimis datang menghantui sesekali bantal dan kasur dibelakangku menyeringai mesra merayu untuk berbaring dan melupakan semua kewajiban. Juga bayanganmu yang mengalir bagai sungai lengkap dengan jeramnya yang menyeretku masuk kedalam keindahan. Aku mengenalmu dibalik jendela, saat semua riang menyambut kedatanganmu. Mata ini dengan segera tak pernah bisa ku kendalikan untuk berkedip atau membuang jauh pandangan darimu. Sesekali aku melihat lewat jendela yang besar ini, menatap rasa lelahmu, kegigihanmu, kekuatan yang luar biasa. aku kagum padamu...
Sistem proteksi tubuhku tidak berfungsi lagi menahan tusukan anak panah yang kau hempaskan lewat busur yang indah, bertubi - tubi menyerang. Lain hal dengan Adam dan Hawa yang sejak awal diciptakan berjodoh. Sehingga Adam tidak perlu bersaing dengan lelaki lain untuk mendapatkan Hawa. Itu sangat mudah!! Tapi membicarakanmu, aku harus membayangkan puluhan bahkan ribuan lelaki yang kehausan oleh tatapan tajammu yang membuat hati lelaki robek seketika. Aku harus berburu mencari nomer Handphone-mu, pin Blackberry-mu, Twitter-mu bersama para lelaki yang juga membutuhkan itu dalam hidupnya. Setelah itu aku harus mencari alamat kost-an, mencoba mendatanginya, mencoba menyapa, berbincang, diacuhkan, dibuang, diremehkan dan banyak hal lagi yang selalu kupikirkan.
Pernah ada suatu kesempatan duduk berhadapan denganmu, pada saat itu tubuhku terbakar hangus dengan sekali tatapanmu saja. Begitu sulit membuka mulut untuk sekedar menyapa lalu membuka topik pembicaraan. Aku tersiksa saat itu dan harus mengaku kalah dengan menggulingkan mataku jatuh kelantai ruangan. Setelah dikalahkan secara telak aku masih terus mengejarmu, berpura - pura berjalan sambil mencuri pandang. Yah, hanya itu bentuk perlawanan yang dapat kulakukan "mencuri pandangan". Tapi, lihat apa yang kamu lakukan? Mencuri semuanya, mencuri mimpi dan dunia fantasiku kini dipenuhi olehmu. Sampai aku terkapar merasa lemah diatas lantai mencari cermin untuk memastikan apakah aku layak mencuri mimpi dan fantasimu juga? Lalu menggabungkannya bersama hingga menjadi sebuah tujuan yang kuat dan kita dapat berbicara tanpa kaku. Rasanya tidak.
Beberapa hari berlalu hingga sekarang sikapmu masih datar dan tidak menunjukkan rasa mengalah untuk membalas semua pertanyaanku dengan kalimat yang lebih panjang dari sekedar kata "iya", "belum" , dan "bye". Kesal dan ingin memukul. Tapi siapa yang harus aku pukul, ketika kamu tidak menjawab pertanyanku di messenger, membalasnya lama sekali, sampai aku menunggu berjam-jam hanya untuk membaca kata "iya", lalu disusul kata "bye". Ya Tuhan, apakah engkau menciptakannya sama denganku? Apakah dia terbuat dari tanah juga? Tapi mengapa perbedaanya terlalu jauh?. Aku tidak memiliki keindahan paras seperti dia, ke-elokan hati yang lembut seperti dia.
Aku tidak berlebihan menilainya, karena ini kenyataan. Dia begitu jauh di dalam mimpi, membuatku harus berenang kedasar laut untuk menemukanya tersenyum indah kepadaku. Belum persaingan sengit dengan para penyelam lain yang memiliki peralatan canggih untuk menuju kedasar mimpi. Jika waktu nanti berpihak kepadaku saat bersembunyi di balik karang sambil mencuri pandang. Lalu perlahan dia tersenyum ke arahku. Maka aku bersumpah, ombak meledak sampai kebibir pantai dan aku terhempas tak kuasa menahan bahagia diiringi bulan bergelinding ke atas bukit.
Malam ini aku duduk didepan layar monitor, sedang sibuk membereskan banyak tugas yang harus kuselesaikan selama dua hari karena selalu kutunda sejak lama. Rasa pesimis datang menghantui sesekali bantal dan kasur dibelakangku menyeringai mesra merayu untuk berbaring dan melupakan semua kewajiban. Juga bayanganmu yang mengalir bagai sungai lengkap dengan jeramnya yang menyeretku masuk kedalam keindahan. Aku mengenalmu dibalik jendela, saat semua riang menyambut kedatanganmu. Mata ini dengan segera tak pernah bisa ku kendalikan untuk berkedip atau membuang jauh pandangan darimu. Sesekali aku melihat lewat jendela yang besar ini, menatap rasa lelahmu, kegigihanmu, kekuatan yang luar biasa. aku kagum padamu...
Sistem proteksi tubuhku tidak berfungsi lagi menahan tusukan anak panah yang kau hempaskan lewat busur yang indah, bertubi - tubi menyerang. Lain hal dengan Adam dan Hawa yang sejak awal diciptakan berjodoh. Sehingga Adam tidak perlu bersaing dengan lelaki lain untuk mendapatkan Hawa. Itu sangat mudah!! Tapi membicarakanmu, aku harus membayangkan puluhan bahkan ribuan lelaki yang kehausan oleh tatapan tajammu yang membuat hati lelaki robek seketika. Aku harus berburu mencari nomer Handphone-mu, pin Blackberry-mu, Twitter-mu bersama para lelaki yang juga membutuhkan itu dalam hidupnya. Setelah itu aku harus mencari alamat kost-an, mencoba mendatanginya, mencoba menyapa, berbincang, diacuhkan, dibuang, diremehkan dan banyak hal lagi yang selalu kupikirkan.
Pernah ada suatu kesempatan duduk berhadapan denganmu, pada saat itu tubuhku terbakar hangus dengan sekali tatapanmu saja. Begitu sulit membuka mulut untuk sekedar menyapa lalu membuka topik pembicaraan. Aku tersiksa saat itu dan harus mengaku kalah dengan menggulingkan mataku jatuh kelantai ruangan. Setelah dikalahkan secara telak aku masih terus mengejarmu, berpura - pura berjalan sambil mencuri pandang. Yah, hanya itu bentuk perlawanan yang dapat kulakukan "mencuri pandangan". Tapi, lihat apa yang kamu lakukan? Mencuri semuanya, mencuri mimpi dan dunia fantasiku kini dipenuhi olehmu. Sampai aku terkapar merasa lemah diatas lantai mencari cermin untuk memastikan apakah aku layak mencuri mimpi dan fantasimu juga? Lalu menggabungkannya bersama hingga menjadi sebuah tujuan yang kuat dan kita dapat berbicara tanpa kaku. Rasanya tidak.
Beberapa hari berlalu hingga sekarang sikapmu masih datar dan tidak menunjukkan rasa mengalah untuk membalas semua pertanyaanku dengan kalimat yang lebih panjang dari sekedar kata "iya", "belum" , dan "bye". Kesal dan ingin memukul. Tapi siapa yang harus aku pukul, ketika kamu tidak menjawab pertanyanku di messenger, membalasnya lama sekali, sampai aku menunggu berjam-jam hanya untuk membaca kata "iya", lalu disusul kata "bye". Ya Tuhan, apakah engkau menciptakannya sama denganku? Apakah dia terbuat dari tanah juga? Tapi mengapa perbedaanya terlalu jauh?. Aku tidak memiliki keindahan paras seperti dia, ke-elokan hati yang lembut seperti dia.
Aku tidak berlebihan menilainya, karena ini kenyataan. Dia begitu jauh di dalam mimpi, membuatku harus berenang kedasar laut untuk menemukanya tersenyum indah kepadaku. Belum persaingan sengit dengan para penyelam lain yang memiliki peralatan canggih untuk menuju kedasar mimpi. Jika waktu nanti berpihak kepadaku saat bersembunyi di balik karang sambil mencuri pandang. Lalu perlahan dia tersenyum ke arahku. Maka aku bersumpah, ombak meledak sampai kebibir pantai dan aku terhempas tak kuasa menahan bahagia diiringi bulan bergelinding ke atas bukit.
Komentar
Posting Komentar